Senin, 05 November 2012











                                                                           














                                                                                                                                         

 

antara AKU DAN WAYANG



Karya : Hamsan Nafis                 Kelas : XI.IPA2










9/28/2012

SMAN 1 Cikarang Utara


ANTARA AKU DAN WAYANG
Aku tak tahu mengapa aku tercipta. Ketika terjun ke dunia yang penuh dengan manisnya kenyataan semu dan terangnya kepahitan hidup, aku tak tahu siapa aku dan mereka. Aku mencoba mengilhami setiap kejadian yang membuatku bermetamorfosa. Menjadikan pribadi yang mengenal akan diriku senyatanya. Ketika aku masih belia, gerakan yang ku lakukan seperti gerak semuku, karena aku hanya menjalankan keinginan seseorang untuk melakukan jalan pikirannya. Akupun hanya bergerak statis tanpa adanya respon untuk mengungkapkan pemikiran yang ada. Karena aku masih terlalu muda untuk menentukan apa yang seharusnya aku lakukan. Alamiah jika masa kanak-kanak masih belum tau apa yang seharusnya diketahui, seperti apa yang menjadi dirinya yang sesungguhnya.
Masa kanak-kanak ku lalui seperti selayaknya, walau hanya sedikit berbeda dengan teman sebayaku. Aku seperti seekor ayam yang hanya bisa berkeliaran saat aku dilepaskan dari kandang, namun gerak-gerikku tetap terawasi untuk tetap terjaga seperti apa yang pemiliknya harapkan. Namun tak ubah menjadi seuntai masalah karena aku belum memahami kenyataan yang ada. Terlalu belia untuk dimengerti anak seumuranku.
Keterbiasaan itu lama-kelamaan mulai membuat gerakku tak lagi nyaman. Tumbuh rasa terusik dalam dada setelah memandangi perbedaan antara aku dan teman sebayaku. Terlintas kecemburuan sosial dibenakku ketika melihat temanku bisa menentukan apa yang dia inginkan dan memilih yang ada dibenaknya. Sedangkan aku, hanya untuk menyelesaikan urusan pribadiku tidak bisa luput dari pengawasan orang tuaku, tepatnya ibuku.
Ketidakmengertian yang selalu muncul dipikiranku, mengapa aku tidak boleh menjadi diriku sendiri? Mengapa aku hanya menjalankan otak ibuku dan aku menjadi seperti salah satu tokoh wayang yang siap dia gerakkan untuk memuaskan pikirannya. Aku ini anakmu atau wayang kesayanganmu, Ibu?
Aku selalu berpikir, apa yang membedakanku dengan wayang yang terakhir kali ku lihat di sebuah pertunjukan. Dia seolah-olah bergerak melakukan peran yang harus dia jalani selama pertunjukan, namun dibalik semua itu ada dalang yang mengotaki semua pergerakkan si wayang tersebut. Jika begitu, apa bedanya aku dengan wayang?
Pertambahan usia membuatku berpikir sehingga membuat diriku mulai meraba bagaimana sesungguhnya dunia ini. Menelusuri dan mencari jati diriku yang sebenarnya, dibenakku, aku hanya sebuah tokoh wayang yang menjalankan karya pemikiran dari dalangnya. Aku ingin seperti yang temanku dapatkan, melakukan hobi yang menyenangkan, pergi bersama dengan karibku, dan melakukan yang aku inginkan.
Keterdiamanku tak mengubah bumi menjadi persegi. Tak ada usaha untuk perubahan, jangan pernah mengharapkan suatu perubahan. Itu yang ada dibenakku. Aku mencoba mengungkapkan dan meluapkan unek-unek pahit yang tertanam didalam dadaku, aku ingin ibuku mengerti apa yang selayaknya berjalan sewajarnya saat masa remajaku. Tapi apa yang ku dapatkan, hukuman dilarang keluar rumah sepulangnya sekolah tanpa terkecuali. Tak ada satupun yang terlintas dibenakku, hanya tercipta segumpal kekesalan yang memuncak sampai keubun-ubunku. Tak terjalin komunikasi yang tercipta dintara sela dinding rumahku, aku hanya bisa berkomukasi saat di sekolah, dan itupun terbatas oleh waktu.
Keterpurukan, itulah yang aku rasakan. Prustasi, bisa dibilang itu yang ku alami. Tingkatan kesabaranku sudah melayang diluar kapasitas yang telah tersedia, akhirnya aku merasa aku bukanlah diriku, dan aku mencoba mencari diriku dalam luasnya kehidupan diluar rumah. Kepergianku dari rumah menjadi sebuah landasan pemikiranku untuk mencari karakter diriku sesungguhnya. Aku memutuskan untuk menetap di rumah karibku yang koordinatnya strategis dan orang tuaku hanya mempunyai peluang kecil untuk menemukanku.
Saat aku tak lagi diruang terbatasku, aku merasa seperti burung yang baru dilepas ke alam asri dimana seharusnya dia berada. Aku bisa menentukan kemauanku, tak seperti dulu yang harus rela terkorbankan keinginanku demi memuaskan pikiran ibuku. Aktifitas ku jalani tanpa tekanan dari sang dalang, beberapa saat aku merasa senang. Seolah kedewasaan telah ku rasakan. Bak manisnya kenyataan telah ku genggam.
Tapi, kini tak ada lagi terjangan perhatian dari orang yang seharusnya selalu memberikanku kasih sayang karena aku berada di lingkungan yang sebenarnya bukan tempatku. Pada posisi ini aku mengetahui sifat manusia yang selalu tidak merasa puas dengan kenyataan yang mereka diami.
Hari-hari kujalani dengan kebebesan berekspresi seperti apa yang kuinginkan. Kecemburuan sosial bukan lagi datang karena ingin bergerak dijalan sendiri melainkan rasa haus perhatian dan kasih sayang orang tua. Hingga tak datang beberapa lama, aku dapatkan sebuah berita kalau ibuku telah tiada. Tak terbendung kesedihan yang menimpaku saat itu, sarafku berhenti bekerja karena hanya letih dan tak ada energi yang tersisa ditubuhku. Aku menjerit dalam dada mengenang semua yang telah menjadi sejarah.
Aku pulang ke tempat dimana seharusnya aku hidup berbahagia, namun ku lihat ibuku telah kaku tak bisa lagi melakukan hal seperti layaknya makhluk hidup lain bisa lakukan.  Hanya penyesalan yang amat sangat yang terlintas diotakku. Muncul penyadaran bahwa ibuku hanya inginkan aku bergerak lurus dilintasan yang seharusnya, dia tidak ingin aku terperosok keluar jalur. Karenanya, dia melakukan semua itu kepadaku. Mungkin sama sekali tak terlintas dibenaknya untuk menjadikanku sebuah wayang yang karakternya dia jalankan, itu hanya segelintir pikiran burukku. Aku belum mengetahui kenyataan indah yang terselimuti ke sok tahuan diriku tentang dunia yang sama sekali belum ku pahami. Kini ku telah mengerti, aku adalah aku yang sangat disayang ibuku, bukan sebuah karakter tokoh wayang yang dijalankan perannya oleh si dalang. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar